SERI 2
Februari 25, 2013
Kau tersenyum simpul ketika
pembicaraan kita sampai pada sebuah kata, jodoh. Entah mengapa kita bisa sampai
pada kata tersebut, Tapi bukankah kita memang terbiasa demikian, eh? Mengisi
sela waktu kita –setiap pulang sekolah- dengan kegiatan yang mungkin tidak
penting bagi orang lain, tetapi entah mengapa terasa begitu menyenangkan
bagiku, dengan duduk bersama di gedung sekolah dan mulai membicarakan hal yang
kadang absurd tanpa tahu siapa yang memulai. Aku masih ingat, siang itu kau
bilang bahwa setiap orang punya jodohnya masing-masing, hanya tinggal menunggu
waktu untuk menemukannya pada kesempatan yang indah.Untuk sesaat, aku terpana
mendengar itu semua. Dan aku -dengan nada sedikit bercanda- berkata, “Bagaimana
jika aku adalah jodoh yang ditakdirkan Tuhan untukmu?”. Dan kau pun tertawa
renyah. Tapi sempat ku dengar jawabanmu, yang mengatakan padaku bahwa kau pasti
akan sangat senang jika hal itu terjadi. Dan meskipun kau berkata demikian, aku
sadar -sangat sadar malah- bahwa yang kau ucapkan tak lain hanyalah sebuah
candaan wajar seorang sahabat, tak lebih. Ah, tahukah kau? Aku mengharap bahwa
apa yang kau ucapkan memang berasal dari hatimu. Aku berharap bahwa jawabanmu
memang sebuah jawaban yang sungguh-sungguh, bukan hanya sebuah gurauan yang
biasa kau lontarkan ketika mulai banyak rumor dan desas-desus yang mengatakan
bahwa kita menjalin hubungan lebih.Tahukah kau?bahwa saat itu, aku berdoa
–dalam hati tentunya- pada Tuhan agar semua candaan kita merupakan suatu hal
telah yang digariskan. Dan mulai saat itu, pipiku mulai terasa memanas jika
mengingat itu semua. Mengingat bahwa kau mungkin mempunyai rasa yang sama
denganku, dan itu adalah salah satu kebodohan terbesar yang pernah aku lakukan.
Dan pembicaraaan kita pun berlanjut dengan hal-hal lain. Hal sederhana bahkan
sampai hal paling rumit sekali pun.Dan pada siang itu, dunia terasa begitu
berbeda untukku.Terasa lebih indah, mungkin? Dan aku tak tahu pasti apa yang
terjadi pada hatiku. Mungkin karena pembicaraan bodoh tentang jodoh tersebut,
eoh? Haha, aku bahkan merasa mulai tidak waras ketika aku –kadang- memikirkan
apa yang akan terjadi dengan masa depanku, masa depan kita.
Tapi hal itu sudah lama
berlalu. Tepatnya sudah hampir dua tahun, eh? Aku bahkan tak sadar bahwa
ternyata waktu begitu cepat berlalu, mengusangkan segala kenangan yang aku
yakin tak akan usang meskipun hanya ada di benakku. Ah, segalanya hanya sekilas
memori yang kadang –mau tak mau- muncul dalam otakku, mengaburkan segala
usahaku untuk mencoba lepas dari semua yang berkaitan denganmu. Aneh memang.
Dan aku yakin kau akan menertawakanku jika kau mengetahui bahwa sampai sekarang
pun, aku –yang kau bilang sebagai seorang playgirl- ternyata tak kuasa menolak
pesonamu, hingga membuatku jatuh dalam sebuah lubang besar yang tak ku tahu
jalan keluarnya. Aku yakin kau tak akan percaya jika aku, sampai sekarang pun
masih senang memupuk harapan bahwa kelak kau memang akan menjadi jodohku.
Menyedihkan bukan? Aku tetap saja senang menimbun angan yang ku tahu takkan
pernah aku gapai. Aku tetap saja mencoba untuk bertahan mencintai –bila pantas
ku sebut itu sebagai cinta- seseorang yang ku tahu takkan pernah menganggapku
lebih dari sekadar sahabat. Aku tahu bahwa apa yang ku lakukan itu salah, dan
ternyata aku memang bahagia hidup dalam kesalahan itu, sebuah kesalahan
terbesar –meskipun harus ku akui bahwa itu juga merupakan kesalahan termanis-
yang pernah ku buat.
Mungkin aku adalah orang
yang paling bodoh di dunia ini.Bodoh, karena aku mengalah dengan perasaan
menyesakkan yang aku bawa, bahkan aku buat sendiri. Jangan mencelaku, ne?. Biarkan
aku menikmati semuanya sendiri, karena memang tak ada tempat bagiku untuk
berbagi, meskipun aku –sebenarnya- memang tak ingin membaginya dengan
siapapun.Mungkin memang sudah takdir, ah bukan, terlalu kejam jika ku bilang
itu adalah sebuah takdir. Mungkin lebih tepatnya akan ku sebut ini sebagai
sebuah jalan yang harus ku langkahi, sebagai konsekuensi pada sebuah pilihan
yang memang ku putuskan sendiri. Meskipun akhirnya aku tahu bahwa semuanya
hanya berujung pada kekosongan, tapi aku tak menyesal.Lagipula penyesalanku pun
takkan mengubah apapun bukan? Aku sebenarnya juga tak menginginkan semua ini,
tidak sama sekali. Tak pernah terbersit dalam pikiranku bahwa aku akan
terperosok dalam perasaan rumit seperti ini. Tak pernah sekalipun aku mengira
bahwa ternyata dengan mengenalmu, aku akan tenggelam dalam ikatan benang merah
yang akan terus menjeratku –bahkan sampai saat ini-. Mungkin jika dahulu aku
tak pernah mengenalmu, aku tak akan merasa seburuk ini. Mungkin saja jika aku
tak pernah memutuskan untuk mengakrabkan diri denganmu, aku tak akan pernah
merasa jatuh cinta sampai sedalam ini. Mungkin juga jika aku hanya diam dan tak
berusaha meruntuhkan dinding es yang kau bangun itu, aku masih bisa menjalani
hariku dengan tenang tanpa terusik dengan pikiran-pikiran liarku
tentangmu.Terlalu banyak kemungkinan yang bahkan bisa terjadi jika saja aku tak
mengenalmu.Tapi semua itu hanya menjadi sekelebat pikiran tak berarti jika aku
kembali memikirkan betapa indah hidup yang aku jalani ketika kau seenaknya
masuk dalam duniaku dan mengambil alih segala kendali yang harusnya aku pegang.Mungkin
memang benar, jika aku tak mengenalmu, maka aku takkan terlibat pada kisah
rumit ini. Dan mungkin memang benar, jika aku tak pernah mengenalmu, hidupku
akan berjalan dengan tenang, seperti aliran sungai yang kelak pasti akan
menemukan muaranya. Tapi ternyata hati kecilku tak selalu memihak pada
logika.Kenyataannya toh aku tetap saja berusaha mengenalmu.Dan aku menikmati
semuanya, tentu saja.Aku menikmati perasaan yang membuncah dalam dadaku ketika
kau tersenyum hanya untukku.Aku menikmati kencangnya degup jantungku saat kita
hanya berdua di bangunan sepi itu, dan aku menikmati segala hal kecil yang kita
lakukan, seolah itu merupakan rahasia maha dahsyat yang hanya kita ketahui
berdua.Ya, aku benar-benar menikmati itu semua.Segala yang kita lakukan, segala
yang kita bicarakan, segalanya. Aku tahu, hidupku mungkin akan tenang jika aku
tak pernah menganggapmu lebih. Tetapi sebagai gantinya, aku mungkin tak akan
pernah merasakan pengalaman cinta yang seperti ini. Aku mungkin takkan pernah
mengalami perasaan menyesakkan –namun memabukkan- ini hingga kadang aku merasa
sulit bernapas.Aku tahu itu.Ya, sangat tahu malah.
Hey, kau tahu kan jika aku
sangat mencintaimu? Tak tahu, eh? Baiklah, akan ku beri tahu kau. Dengarkan
baik-baik dan jangan alihkan perhatianmu sedikitpun dariku! Aku, gadis bodoh
ini, sangat sangat mencintaimu, bahkan lebih dari diriku sendiri. Aku tahu
bahwa perasaan ini tak akan pernah menjumpai balasan, karena kau tentu saja
hanya menganggapku sebagai teman. Huh, kau tak tahu kan, betapa inginnya aku
menghapuskan status itu sehingga aku bisa menggantinya dengan status yang
lebih? Aku merasa kau pasti juga menyadarinya, karena telah berulang kali
kukatakan bukan, bahwa kau satu-satunya orang yang mampu membaca hatiku dengan
tepat.Aku benci mengakuinya, tapi memang sampai saat ini, kau lah orang yang
mampu bertahan sekian lama dalam bagian hatiku.Kehadiranmu seolah seperti racun
yang menggerogoti hati dan pikiranku secara diam dan perlahan.Membuatku menjadi
sosok raga tak bernyawa ketika kau meninggalkanku.Terkesan konyol memang.Tapi
begitulah adanya. Tak ada orang lain yang dapat membuatku begitu bersemangat
untuk menantikan esok hari untuk bertemu denganmu. Tak ada orang lain yang bisa
membuatku tersenyum tidak waras hanya karena menerima pesan singkat yang pasti
berasal darimu. Dan tentu saja tak ada orang lain yang bisa
membuatku selalu menantikan les kimia di hari sabtu selain engkau. Aku sudah
bilang kan, jangan tertawa! Mungkin tidak ada siswa normal yang menantikan les
kimia di penghujung pekan seperti itu. Ayolah, coba saja pikirkan! Siapa yang
mau berurusan dengan rumus molekul dan sistem hitungan yang rumit seperti itu,
eh?Tapi sayangnya aku sudah jauh dari kata normal semenjak bertemu denganmu.Aku
tentu saja selalu bersemangat karena kau juga mengikuti les itu. Bahkan kita
punya bangku khusus yang tak akan ditempati orang lain selain kita bukan? Ah,
aku masih ingat bagaimana gembiranya kita ketika berhasil mengerjakan soal-soal
rumit itu. Tepuk tangan riuh dari diriku, disertai dengan senyuman lebar dan
high-five yang selalu kita lakukan setelah berhasil memecahkan soal yang
diberikan akan selalu aku simpan dalam satu ruang memoriku. Aku sudah pernah
mengatakan bahwa aku benar-benar menikmati semuanya kan?
Andai saja waktu dapat
berputar kembali, aku ingin sekali kembali ke masa indah itu. Sangat ingin
malah.Tapi kenyataannya waktu merupakan hal di luar kuasa manusia bukan?Mungkin
sudah saatnya aku bangun dari segala mimpi yang aku ciptakan sendiri
tentangmu.Mungkin sudah saatnya aku bangkit dari ketermenunganku selama ini.
Ya, aku tak mau sang waktu semakin jauh meninggalkanku hanya karena aku terus
mendekam dalam jeruji yang aku gunakan untuk mengekang hatiku. Aku tak mau. Dan
tak akan pernah mau. Mungkin semuanya tak bisa berakhir dengan indah, seperti
dongeng yang selalu aku baca ketika aku kecil. Tapi setidaknya kau membuatku
sadar bahwa apa yang kita harapkan terkadang tak sesuai dengan kenyataan. Life is not a fairy tale. And you make me
realized.
0 komentar