SERI 1 (Catatan Titipan Teman)

Februari 25, 2013


Silakan dibaca ya kalau berminat. hehehe
ada beberapa seri ya, tapi ini cuma ada 3 seri. yang lainnya baru dalam progress ya :)

Rasa sepi ini datang kembali. Bersama rintik hujan yang entah mengapa terdengar indah di telingaku. Seperti sebuah simphoni yang mengalun, membawa ingatanku pada masa itu. Masa ketika kita bersama, masa ketika kita masih bisa saling melempar canda, sebelum akhirnya kau menemukan apa yang selama ini kau cari. Sesak memang, karena pada akhirnya aku terhempas pada kenyataan  bahwa sekarang kau  telah bersama orang lain. Munafik jika aku bilang bahwa aku baik-baik saja. Karena kenyataannya aku sempat terpuruk selama beberapa hari kala aku mengetahui hal itu. Di depanmu, di depan semua orang, aku memang bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Seolah semuanya baik-baik saja. Aku bahkan masih bisa membuat gurauan tentangmu dan dirinya. Dan aku, dengan menahan rasa sakit di dada, bahkan mendoakan agar kau selalu bahagia dengannya. Kau hanya tersenyum waktu itu. Tapi tatapanmu seolah mengisyaratkan satu kata -maaf- yang tertangkap secara jelas olehku. Ah, sekuat apapun aku berusaha menyembunyikannya, kau akhirnya pun akan tahu. Karena kau –meskipun aku benci mengakuinya- memang selalu mampu membaca hatiku. Kau bahkan lebih mengenalku, lebih tahu akan sifatku daripada diriku sendiri. Aku kadang merasa jengkel pada diriku, yang selalu lemah terhadapmu. Lemah terhadap tatapan matamu, pada setiap perkataanmu, pada setiap hal kecil yang kau lakukan padaku. Aku benci mengakui jika aku ternyata lebih membutuhkanmu. Kau terlalu memanjakanku. Selalu mengulurkan tangan jika aku membutuhkan bantuan, selalu berada di belakangku dan memberiku rasa percaya jika semua akan baik-baik saja. Aku tahu kau melakukan itu semua karena kau menyayangiku. Tapi tak sadarkah kau? Sikapmu yang seperti itu membuatku terlalu bergantung padamu. Membuatku merasa bahwa kau akan selalu ada untukku. Membuat hatiku jatuh padamu secara perlahan. Dan aku yakin, kau pasti menyadarinya. Tapi mungkin kau terlalu baik, tak mau menyakiti hatiku. Kau tetap bersikap seperti biasa, tetap menjadi dirimu yang selalu memanjakanku. Dan bodohnya aku malah menganggap bahwa kau mempunyai perasaan yang sama denganku. Tapi aku tak menyesal mempunyai rasa terhadapmu. Aku bahkan menikmati semuanya. Semua hal yang kita lakukan, sekecil apapun itu.  Masih segar dalam memoriku saat kita berdua tertawa, saat kau meminjamkan bahumu ketika aku menangis, saat kau tersenyum ketika memandangku berlatih menari, dan bahkan aku masih ingat ekspresi kesal yang kau tunjukkan ketika kau tak berhasil mengajariku untuk memainkan gitar. Semuanya akan selalu tersimpan dalam otakku. Ah, bahkan hanya dengan mengingatnya pipiku mulai terasa memanas. Aku ternyata memang belum bisa lepas dari bayangmu ya? Kau pasti akan tertawa mengejekku jika kau melihatnya.

Hey, jika aku mempunyai kesempatan untuk kembali ke masa lalu, maka aku akan menyingkirkan dia dari kehidupanmu sejak awal. Jahat memang. Tapi aku pernah merasa bahwa dialah yang membuatmu berpaling dariku.  Dia yang membuatku harus rela berbagi perhatian darimu. Dia yang membuatku kehilangan waktu bersama denganmu. Aku sempat merasa kesal karena tatapan matamu teralih padanya. Aku marah karena dia –dalam waktu relatif singkat- mampu merebut perhatian yang kau punya. Tapi akhir-akhir ini aku mulai bisa menerima, bahwa mungkin untuk saat ini dialah yang ditakdirkan untuk menghiasi hatimu. Aku bahkan berpikir, jika seandainya Tuhan mengizinkan perasaanku terbalas, mungkin aku tidak akan pernah belajar untuk merelakan dan mengikhlaskan. Dan pasti aku tak akan belajar mendewasakan diri jika kita selalu bersama. Mungkin inilah cara Tuhan memberikan sebuah pelajaran besar bagiku.  Dimana aku bisa belajar mencintai tanpa harus memiliki. Belajar bahwa kadang apa yang kita pikir terbaik untuk kita, belum tentu yang terbaik menurut Tuhan. Aku yakin Tuhan sudah mempersiapkan lelaki yang setara atau bahkan lebih baik darimu. Hanya tinggal menunggu waktu saja ketika aku dipertemukan dengannya.

Kau memberi banyak warna di dalam hidupku. Denganmu aku belajar memahami perasaan orang lain. Denganmu aku belajar untuk mengendalikan emosiku yang kadang meluap tak terbendung. Kau selalu bisa menenangkan aku. Meredam emosiku dengan kata-katamu yang entah kenapa selalu terasa menyejukkan di telingaku. Tanpa sadar, karenamu aku bisa menjadi sosok yang berbeda dari sebelumnya. Karenamu, aku –untuk pertama kalinya- merasa diterima dalam kehidupan kelas pada saat itu. Sebelumnya aku selalu merasa sendiri. Dan kesendirian itulah yang mendorongku untuk mendekatimu yang sama-sama terlihat sendiri. Sulit awalnya, karena sikapmu bahkan lebih menyebalkan dariku. Aku bahkan memberimu julukan ice prince pada saat itu. Meskipun aku kadang merasa kesal dengan segala sikapmu, entah mengapa aku tidak pernah berhenti mendekatimu. Hingga akhirnya kau mulai menerima keberadaanku secara perlahan. Kau mulai merespon sapaan yang ku berikan, bahkan kau mulai menjawab pertanyaan yang ku lontarkan meskipun kadang hanya berupa anggukan atau gelengan kecil semata. Sekecil apapun itu, aku sangat merasa senang. Aku bahkan masih tak mengerti apa yang membuat aku sesenang itu dulu. Lama kelamaan aku mulai bisa mengerti sifatmu. Kau yang tidak suka keramaian, kau yang selalu berusaha menjauh dari sorotan, dan kau yang ternyata mempunyai hati selembut kapas di balik topeng dingin yang selalu kau pasang. Ah, mengingat semuanya membuatku semakin jatuh padamu.

Apakah kau ingat senja dimana kita  berbincang untuk kali pertama?  Aku masih mengingatnya dengan jelas. Sikap kakumu ketika berbicara denganku, gumaman singkatmu dalam menjawab pertanyaanku, dan ekspresi senangmu ketika akhirnya kita menemukan satu persamaan kegemaran –Naruto- yang akhirnya membuat kita lebih dekat satu sama lain. Aku masih ingat ketika aku melihat senyummu di senja itu. Senyum tulus yang terlihat childish –mungkin-. Senyum yang membuatku berkata tanpa sadar bahwa kau akan terlihat jauh lebih baik ketika kau tersenyum. Kau terdiam, dan seketika itulah aku merutuki mulutku yang begitu lancang mengucap kalimat itu. Perasaan takut perlahan menelusup di dadaku. Aku takut jika kau tersinggung dan tak mau berbicara denganku lagi. Tapi aku salah. Kau malah mengajakku untuk berburu manga Naruto esok sepulang sekolah. Hal itu membuatku lega, dan tentu saja aku mengiyakan ajakanmu. Setelah sore itu, kau semakin dekat denganku. Dan pertemuan privat pertama kita akhirnya berlanjut dengan pertemuan-pertemuan lain. Untuk pertama kalinya aku menemukan orang dengan banyak persamaan denganku.  Bizantium, Mesir kuno, lagu jepang, YUI, tari jawa, bahkan wayang kulit pun dapat menjadi bahan pembicaraan yang mengasyikkan. Sungguh, aku tidak pernah menemukan orang sepertimu. Mungkin karena itulah, aku –sampai sekarang- sulit melepaskan diri dari bayangmu. Ah, terlalu banyak kenangan di antara kita. Terbiasa bersama  lebih dari 8 jam per hari selama hampir 2 tahun membuatku merasa berat untuk melupakan perasaanku. Terlalu banyak kenangan yang memenuhi memori otakku, hingga aku kadang sulit bernapas jika mengingatnya.

Hujan sudah berhenti, eh? Ah, ternyata aku bicara terlalu banyak. Dan itu hanya berkisar pada dirimu. Kau memang hebat, bisa membuatku jatuh begitu dalam seperti ini. Meskipun aku tahu ini merupakan harapan yang mungkin tak akan pernah terwujud, tapi aku –sampai saat ini- masih menginginkanmu untukku. Haah, menyedihkan ya. Namun aku berharap kita bisa mengulang saat indah itu. Sama seperti lagu yang selalu kita nyanyikan:
Onaji uta wo kuchizusamu toki
Soba ni itte, I wish
Kakko yokunai yasashi sa ni aete yokatta yo.
Lalalala goodbye days. .



You Might Also Like

0 komentar