Apa sih makna pertambahan usia?
Dulu, saat masih remaja, momen pertambahan usia
merupakan hal yang paling aku tunggu-tunggu setiap tahunnya. Momen dimana
keluargaku mengucapkan selamat ulang tahun dan memberiku kue ulang tahun (walau
bukan tiap tahun, sih). Teman-teman juga tak lupa mengucapkan hal yang sama
dan ada yang memberiku kado. Bagiku, itulah hal yang paling aku tunggu setiap
tahun. Laman media sosialku juga penuh dengan ucapan selamat ulang tahun dari
teman-temanku, baik yang mengenalku dekat maupun tidak.
Menginjak dewasa, momen ulang tahun bukan lagi hal
yang spesial buatku. Aku tak lagi menantikan ucapan selamat ulang tahun maupun
kado dari keluarga dan teman-teman. Hanya segelintir teman dekatku yang masih
mengingat tanggal spesial dalam hidupku ini. Bagiku sekarang, ulang tahun
adalah momen dimana aku harus merefleksikan kembali apa yang telah dan akan aku
lakukan. Aku harus memikirkan apakah diriku sudah cukup bermanfaat untuk
keluargaku maupun orang lain. Selain itu, aku harus lebih bersyukur atas segala
nikmat yang telah Allah berikan kepadaku hingga sekarang.
Apalagi sekarang, usiaku sudah menginjak 24 tahun.
Usia yang hampir menginjak seperempat abad. Masa-masa kritis dimana beragam
pikiran selalu memenuhi benakku. Entah itu tentang keluarga, jodoh, pendidikan hingga
karir. Terutama terkait jodoh, hampir tiap minggu selalu saja ada undangan
nikah yang datang ke rumah. Mulai dari teman SD, SMP, SMA hingga kuliah. Jujur,
tiap menerima undangan tersebut tentunya aku merasa senang akhirnya temanku
bertemu jodohnya dan akan segera menyempurnakan separuh agamanya. Tetapi dalam
hati kecilku pun merasa sedih dan berpikir kapan aku akan menyusul mereka
menggenapkan separuh agamaku juga.
Aku mulai cemas memikirkan kapan diriku akan
dipinang oleh lelaki yang ditakdirkan berjodoh denganku. Di usia berapakah aku
akan menikah. Dengan siapakah aku akan menikah. Ditambah lagi kedua orang tuaku
yang selalu menanyakan perihal pernikahan. Dulu impianku adalah menikah di usia
23 atau 24 tahun. Aku berharap dengan menikah di usia muda, aku akan memiliki
anak yang rentang usianya tidak terlalu jauh denganku. Sehingga, aku dan anakku
bisa seperti teman. Semua orang boleh berekspektasi, namun realita terkadang
berbeda.
Perihal jodoh memang rahasia dan hak prerogatif
Allah. Semua manusia sudah ditetapkan jodohnya sejak zaman Azali. Tak ada
manusia yang ditakdirkan sendiri, semua sudah ada jodohnya. Tinggal kita
sebagai manusia yang berikhtiar menjemput jodoh tersebut. Gimana sih caranya?
Caranya dengan memantaskan diri. Kata orang, jodoh itu cerminan diri. Jadi,
kalau kita ingin mendapat jodoh yang tekun beribadah, kita sendiri lah yang
harus memperbaiki ibadah kita. Begitu pula untuk aspek yang lain.
Sekian sedikit unek-unek dan kegalauan yang sedang
ku rasakan.
Apalagi pas banget sih ini lagi malam minggu.
Note for myself :
Yuk perbaiki diri, ikhtiar dan jangan lupa berdo’a dengan sungguh-sungguh, setelah itu tawakkal dan serahkan hasilnya kepada Allah.